loading...
Setelah piagam persetujuan Pada tanggal 19 Mei 1950 kestabilan politik Republik Indonesia kembali diguncang dengan terpecahnya suara masyarakat karena sistem multipartai yang ada di Indonesia yang mengakibatkan pergantian kabinet dalam waktu yang cukup singkat.
Mengapa pada masa demokrasi liberal sering terjadi pergantian kabinet? Pada kesempatan ini kita akn membahas tentang pergantian kabinet masa demokrasi liberal, Demokrasi liberal di Indonesia lahir pada tahun 1950. Pada masa demokrasi liberal juga terjadi pergantian kabinet.
Pergantian kabinet pada masa demokrasi liberal sangat merugikan rakyat. Kabinet masa demokrasi liberal diantaranya adalah: Kabinet Natsir,Kabinet Sukiman ,Kabinet Wilopo, Kabinet Ali Sastroamijoyo I Kabinet Burhanuddin Harahap, Kabinet Ali Sastroamijoyo II, dan Kabinet Juanda.
Mengapa pada masa demokrasi liberal sering terjadi pergantian kabinet? Pada kesempatan ini kita akn membahas tentang pergantian kabinet masa demokrasi liberal, Demokrasi liberal di Indonesia lahir pada tahun 1950. Pada masa demokrasi liberal juga terjadi pergantian kabinet.
Pergantian kabinet pada masa demokrasi liberal sangat merugikan rakyat. Kabinet masa demokrasi liberal diantaranya adalah: Kabinet Natsir,Kabinet Sukiman ,Kabinet Wilopo, Kabinet Ali Sastroamijoyo I Kabinet Burhanuddin Harahap, Kabinet Ali Sastroamijoyo II, dan Kabinet Juanda.
Demokrasi Liberal
Pada masa pemerintahan demokrasi liberal, di tanah air muncul banyak partai. Partai-partai tersebut antara lain PNI, Masyumi, NU, PKI, PSI, Murba, PSII, Partindo, Parkindo, dan Partai Katolik. Dalam perkembangan selanjutnya, demokrasi liberal yang ditandai dengan banyak partai ternyata tidak menguntungkan bangsa Indonesia.
Gambar: Sistem Multi Partai Merugikan Rakyat Indonesia |
Sistem multi partai tersebut menimbulkan persaingan antargolongan. Persaingan itu menjurus ke arah pertentangan golongan. Akibatnya, kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara menjadi terganggu.
Masing-masing partai hanya mau mencari kemenangan dan popularitas partai dan pendukungnnya. Oleh karena itu, sistem multi partai pada waktu itu justru mengakibatkan ketidakstabilan politik Indonesia.
Sistem Multi Partai
Ketidakstabilan politik juga diwarnai jatuh bangunnya kabinet karena antara masing-masing partai tidak ada sikap saling percaya. Sebagai bukti dapat dilihat serentetan pergantian kabinet dalam waktu yang relatif singkat berikut ini.
1. Kabinet Natsir (September 1950 - Maret 1951).
2. Kabinet Sukiman (April 1951 - Februari 1952).
3. Kabinet Wilopo (April 1952 - Juni 1953).
4. Kabinet Ali Sastroamijoyo I (Juli 1953 - Agustus 1955).
5. Kabinet Burhanuddin Harahap (Agustus 1955 - Maret 1956)
6. Kabinet Ali Sastroamijoyo II (Maret 1956 - Maret 1957).
7. Kabinet Juanda (Maret 1957 - Juli 1959).
Silih bergantinya kabinet dalam waktu yang relatif singkat menyebabkan ketidakpuasan pemerintahan daerah. Karena pemerintahan pusat sibuk dengan pergantian kabinet, daerah kurang mendapat perhatian.
Gambar: Pergantian Kabinet dalam yang relatif singkat |
Tuntutan-tuntutan dari daerah ke pusat sering tidak dikabulkan. Situasi semacam ini menyebabkan kekecewaan dan ketidakpuasan daerah terhadap pusat. Situasi ini menyebabkan munculnya gejala provinsialisme atau sifat kedaerahan.
Gejala tersebut dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Gejala provinsialisme akhirnya berkembang ke separatisme atau usaha memisahkan diri dari pusat. Gejala tersebut terwujud dalam berbagai macam pemberontakan, misalnya PRRI atau Permesta.
Ketidakstabilan politik pada waktu itu juga disebabkan oleh adanya pertentangan di antara para politisi dan TNI Angkatan Darat. Hal ini tampak dalam peristiwa 17 Oktober 1952. Pada tanggal 17 Oktober 1952, pimpinan TNI Angkatan Darat dan Kepala Staf Angkatan Perang menghadap Presiden.
Mereka meminta pemerintah membubarkan parlemen dan membentuk parlemen baru. Menurut pihak TNI AD, parlemen telah mencoba mencampuri urusan intern TNI AD. Bersamaan dengan itu juga terjadi demonstrasi di luar istana yang menuntut pembubaran parlemen.
Gambar: Demonstrasi di Bandung menuntut pembubaran Parlemen |
Demonstrasi semacam itu tidak hanya terjadi di Jakarta, tetapi juga di Bandung. Ketidakstabilan politik dalam negeri sangat mengganggu kehidupan bidang-bidang ekonomi, pendidikan, sosial, dan budaya.
Oleh karena itu, masa pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan kondisi politik yang stabil dan mantap mutlak diperlukan.