4 Partai Pemenang Pemilu 1955 di Indonesia

loading...
Pada kesempatan ini kita akan membahas tentang pemilihan umum 1955 dan  partai pemenang pemilu 1955 serta pelaksanaan pemilu 1955, yang pada akhirnya ada 4 partai pemenang pemilu 1955.

Mungkin temen-temen udah pada tau y? bahwa pemilu pertama kali di Indonesia dilakukan pada tahun 1955 yang memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat atau Parlemen dan anggota Dewan Konstituante (Dewan Pembentuk Undang-Undang Dasar). Kekacauan di era orde lama membuat presiden mengeluarkan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959.
Pemilihan Umum (Pemilu) sudah direncanakan oleh pemerintah, tetapi program ini tidak segera terwujud. Karena usia kabinet pada waktu itu relatif singkat, persiapan-persiapan secara intensif untuk program tersebut tidak dapat dilaksanakan.
Pemilu merupakan wujud nyata pelaksanaan demokrasi. Pemilu I di Indonesia dilaksanakan pada masa kabinet Burhanudin Harahap. Pemilu I yang diselenggarakan pada tahun 1955 dilaksanakan dua kali, yaitu:

1. Tanggal 29 September 1955 untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat atau Parlemen,

2. Tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota Dewan Konstituante (Dewan Pembentuk Undang-Undang Dasar).
Secara serentak dan tertib seluruh warga negara yang mempunyai hak memilih mendatangi tempat pemungutan suara untuk menentukan pilihannya. Pemilu berjalan lancar dan tertib.

Empat partai yang muncul sebagai pemenang dalam Pemilu pertama adalah: Partai Nasional Indonesia (PNI), Masyumi, Nahdatul Ulama (NU), dan Partai Komunis Indonesia (PKI). Kabinet yang terbentuk setelah Pemilu I adalah Kabinet Ali Sastroamijoyo II (Maret 1956).

4 Partai Pemenang Pemilu 1955 di Indonesia
Gambar: Pemenang Pemilu tahun 1955
Kabinet baru ini mendapat tantangan dari berbagai pihak, misalnya dari PKI dan PSI. Kabinet Ali ini mendapat kepercayaan penuh dari Presiden Soekarno. Hal ini sangat kentara dari pidatonya di depan Parlemen pada tanggal 26 Maret 1956, yang menyebut kabinet ini sebagai titik tolak dari periode planning dan investement.
Kabinet Ali Sastroamijoyo II ini pun tidak lama, kemudian jatuh. Beberapa kesulitan yang dihadapi, misalnya berkobarnya semangat anti Cina dan adanya kekacauan di daerah-daerah. Pengganti Kabinet Ali adalah Kabinet Juanda atau Kabinet Karya.

Kabinet Juanda pun tidak mampu meredakan ‘suhu’ politik pada masa itu yang semakin memanas. Suhu politik yang terus memanas tersebut antara lain disebabkan oleh perselisihan antarpartai dan gejolak-gejolak yang terjadi di berbagai daerah.
Situasi politik semakin tidak stabil setelah Konstituante tidak mampu atau gagal menunaikan tugas yang diembannya. Konstituante gagal merumuskan Undang-Undang Dasar baru. Menurut Presiden Soekarno, ketidakstabilan politik dan kesulitan-kesulitan yang dihadapi negara pada waktu itu disebabkan oleh adanya banyak partai.

Oleh karena itu, demi keselamatan negara, Presiden Soekarno mengajukan konsepsi baru, yaitu demokrasi terpimpin. Konsepsi ini diajukan oleh Presiden Soekarno di hadapan para pemimpin partai dan tokoh masyarakat di Istana Merdeka pada tanggal 21 Februari 1957.
Konsepsi ini mendapat reaksi keras dari berbagai pihak. Akibatnya, muncul berbagai macam gerakan separatis, misalnya, Dewan Banteng (Sumatera Tengah), Dewan Garuda (Sumatera Selatan), dan Dewan Manguni (Sulawesi Utara).
Ketidakberhasilan Konstituante dalam menjalankan tugasnya mendorong pemerintah untuk segera bertindak agar kekacauan politik dapat segera diatasi. Presiden Soekarno berpidato di depan konstituante pada tanggal 22 April 1959 yang isinya menganjurkan untuk kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945.

Anjuran ini rupanya merupakan pemenuhan kehendak rakyat, yang telah disampaikan kepada pemerintah. Anjuran ini kemudian diwujudkan dalam Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959.